WASPADA DEMAM
BERDARAH DENGUE (DBD), INGAT DENGAN 3M !!!
Di Indonesia pada
awal tahun 2019 tercatat jumlah penderita DBD sebesar 13.683 penderita,
dilaporkan dari 34 Provinsi dengan 132 kasus diantaranya meninggal dunia. Angka
tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya (2018) dengan
jumlah penderita sebanyak 6.167 penderita dan jumlah kasus meninggal sebanyak
43 kasus. Pada awal tahun 2019 ini tercatat beberapa
daerah melaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD diantaranya Kota Manado (Sulawesi
Utara) dan 7 kabupaten/kota di Nusa Tenggara Timur (NTT) yaitu Sumba Timur,
Sumba Barat, Manggarai Barat, Ngada, Timor Tengah Selatan, Ende dan Manggarai
Timur. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam
jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World
Health Organization (WHO) mencatat bahwa Indonesia sebagai negara dengan
kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.
Penyakit DBD adalah penyakit
infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue, suatu virus yang termasuk
dalam marga (genus) Flavivirus dari famili Flaviridae. Penularan virus dengue terjadi melalui
gigitan nyamuk yang termasuk subgenus Stegomya yaitu nyamuk Aedes aegypti dan
Ae. albopictus sebagai vektor primer dan Ae. polynesiensis, Ae.scutellaris
serta Ae (Finlaya) niveus sebagai vektor sekunder. Fakto risiko penularan DBD
adalah pertumbuhan penduduk perkotaan yang cepat. Selain itu adalah kemiskinan
yang mengakibatkan orang tidak mempunyai kemampuan untuk menyediakan rumah yang
layak dan sehat, pasokan air minum dan pembuangan sampah yang benar.
Gejala yang timbul dari penyakit ini
diantaranya adalah demam yang mendadak tinggi,
terus menerus , disertai nyeri kepala, nyeri otot seluruh badan, kemerahan pada
kulit. Gejala lain seperti anoreksia (nafsu makan berkurang), nausea (mual),
dan muntah sering ditemukan. Bila diperiksa laboratorium darah, biasanya
didapatkan adanya penurunan jumlah sel darah putih (leukopenia) dan pada awal
jumlah trombosit dan nilai hematokrit (kekentalan darah) sering kali masih
dalam batas normal. Selanjutnya bisa ditemukan penurunan jumlah trombosit dan
peningkatan nilai hematokrit. Fase ini biasanya berlangsung selama 2–7 hari.
Setelah mengetahui
pengertian dan cara penularan dan gejala yang dtimbulkan, maka pengetahuan
tentang pencegahan dan pengendalian penyakit DBD juga harus disosialisasikan
kepada masyarakat agar masyarakat dapat memahami pencegahan dan pengendaliannya
sehingga dapat menurunkan angka kejadiannya. Upaya-upaya untuk mangantisipasi
dan menanggulangi berjangkitnya DBD melalui gerakan 3M-plus (menguras tempat
penyimpanan air, mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air dan
menutup tempat-tempat penampungan air keluarga serta tindakan plus yaitu
menggunakan kelambu, mengatur cahaya dan
ventilasi dalam rumah menaburkan bubuk larvasida/abatisasi pada tempat penampungan air yang sulit dibersihkan,
pemantauan jentik berkala (PJB), penggunaan obat anti nyamuk, mengoleskan obat anti nyamuk (repellent), memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk.
Pemberantasan
sarang nyamuk perlu ditingkatkan terutama pada musim penghujan, karena
meningkatnya curah hujan dapat meningkatkan tempat-tempat perkembangbiakan
nyamuk, sehingga seringkali menimbulkan KLB. Hal ini memerlukan kepedulian dan
peran serta aktif seluruh masyarakat untuk bergotong-royong melakukan
langkah-langkah pencegahan tersebut. Menurut Pedoman Kemenkes RI tahun 2007,
kegiatan pengendalian vektor dengan pengasapan atau fogging fokus dilakukan di
rumah pasien/tersangka DBD dan lokasi sekitarnya yang diperkirakan menjadi
sumber penularan. Kegiatan ini dilakukan bila hasil penyelidikan epidemiologi
(PE) positif yaitu ditemukan pasien/tersangka DBD lainnya atau ditemukan tiga
atau lebih orang dengan demam tanpa sebab dan ditemukan jentik > 5%.
Selain peran dan
ikut serta dari masyarakat, kerjasama antara pemerintah, masyarakat, pelayanan
kesehatan yang baik diharapkan dapat
menurunkan angka kejadian dan kematian dari DBD. Angka kasus DBD serta keberhasilan program penanggulangan DBD tidak terlepas dari bagaimana pemberdayaan
(peningkatan pengetahuan, persepsi, sikap dan praktik) masyarakat dalam
penanggulangan DBD.
Sumber :
WHO. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam
Berdarah Dengue. Jakarta: WHO & Departemen Kesehatan RI; 2003
Wah menarik, artikelnya, saya Denatha Bagus izin bertannya ya laili, menurut kamu kenapa sih masih saja ada banyak kasus DBD di Indonesia? kira-kira apa saja sih program pemerintah Indonesia dalam menangani DBD? Makasii
BalasHapusIzin menjawab,program pemerintah dalam menangani DBD melalui gerakan 3M-plus yaitu menguras tempat penyimpanan air, mengubur barang bekas, dan menutup tempat penampungan air serta tindakan plus yaitu menggunakan kelambu,menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air, pemantauan jentik berkala(PJB), penggunaan obat anti nyamuk dan lain-lain. Selain itu pemerintah juga melakukan gerakan pemberdayaan dan peran serta masyarakat melakukan kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui gerakan satu rumah satu jumantik hal ini terbukti menaikkan indikator entomologi angka bebas jentik (ABJ) dan menurunkan angka penderita DBD.
HapusAssalamu'alaikum. Terimakasih artikelnya sangat informatif. Saya izin bertanya, Yang pernah saya baca banyak kasus DBD itu dominan menyerang anak-anak, boleh minta pendapatnya bagaimana menurut penulis bisa terjadi seperti itu? Terimakasih.
BalasHapus(21601101032/Ade Maulia Firdani)
Baik terimakasih ataa pertanyaannya, izin menjawab mengapa DBD dominan menyerang pada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh anak-anak masih kurang sehingga rentan terhadap penyakit dan aktivitas anak-anak lebih banyak diluar rumah pada siang hari, sedangkan nyamuk aedes aegepty menggigit pada siang hari. Terimakasih
HapusPada penelitian yang dilakukan oleh hefeni.2005 tentang analisa faktor risiko terhadap kejadian penyakit DBD menyatakan bahwa sebagian besar penderita DBD berada pada kelompok umur 5-14 tahun.
HapusBaik terimakasih banyak atas jawabannya kak laili
HapusAssalamu'alaikum kak laili.. artikelnya bagus untuk dibaca.. Saya Nabila Ainur Rochim 21601101053 ingin bertanya, seperti yang kak laili tulis di dalam upaya untuk mengantisipasi dan menanggulangi berjangkitnya DBD, "penggunaan obat anti nyamuk", kriteria obat anti nyamuk seperti apa kak yang efektif untuk menghindari gigitan nyamuk? Terima kasih.. Wassalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh..
BalasHapusIzin menjawab pertanyaannya kak, Untuk membunuh nyamuk dewasa digunakan insektisida dengan berbagai jenis cara pemakaian seperti: obat anti nyamuk oles (repelant), obat nyamuk bakar, dan obat nyamuk semprot (spraying) dan obat anti nyamuk dengan cara pengasapan (fogging). Dari berbagai jenis insektisida, yang paling banyak digunakan dan ada di pasaran di Indonesia adalah: organochlorine, fluorine dan carbamate. Semua jenis insektisida apapun seperti di atas memiliki sifat toksisitas yang berbeda-beda, tergantung pada cara masuk zat ke dalam tubuh dan afinitas zat tersebut terhadap organ tubuh. Jenis obat nyamuk yang dianggap paling efektif adalah jenis lotion (repelent) diikuti oleh spray, elektrik dan semprot/cair. Sedangkan Jenis obat nyamuk yang dianggap paling aman adalah jenis lotion (repelent) diikuti oleh, elektrik, spray dan semprot/cair.
HapusJurnal Epidemilogi Kesehatan Indonesia (penggunaan obat nyamuk dan pencegahan DB).2016
Assalamualaikum, artikel ini sangat menarik dan informatif, saya izin bertanya, menurut anda, sebenarnya bagaimana sih cara yg tepat untuk dapat menyadarkan masyarakat akan pentingnya upaya pencegahan DBD ini? karna yg kita tahu sudah banyak sekali peran dari pemerintah maupun orang" medis yg membantu mensosialisasikan upaya pencegahan ini, namun kasus DBD di Indonesia masih banyak. Terima kasih. (Adinda Izzati Lalita/26101101077)
BalasHapusBaik, izin menjawab, memang benar banyak sekali masyarakat yang belum sadar dan belum rutin melakukan program-program yang sudah dicanangkan oleh pemerintah nah hal ini menjadi salah satu faktor tetap tingginya angka kejadian DBD. Salah satu upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat yaitu masyarakat harus mengubah pola pikir mereka contohnya dengan upaya pemberantasan DBD ini diambil alih oleh masyarakat, karena yang akan terancam adalah keluarga kita sendiri maka kitalah yang harus membasmi nyamuk dan jentik nya
HapusAssalamualaikum wr.wb terimakasih kak artikelnya sangat menarik dan informatif. Izin bertanya ya kak, menurut kakak apakah efektif tindakan pemerintah untuk menanggulangi DBD saat ini? mengingat angka kasus penderita DBD juga luyaman tinggi di Indonesia. Terimakasih kak
BalasHapus(Keke Anggun Indira Yosela/21601101097)
Baik terimakasih atas pertanyaannya, izin menjawab, sebenarnya pemerintah sendiri telah melakukan berbagai upaya untuk menangani kasus DBD yang tinggi seperti gerakan 3M yaitu menguras tempat penyimpanan air, mengubur barang bekas dan menutup tempat penampungan air) serta melakukan pengendalian vektor dengan fogging nah hal hal tersebut akan efektif jika masyarakat ikut serta dan berpartisipasi karena masyarakat lah yang paling berperan penting dalam penanggulangan DBD ini
HapusWaaah menarik sekali artikelnya kak laili, saya Nurma Aulia/21601101102 mau tanya nih kak. Cara untuk mengantisipasi agar tidak digigit nyamuk kan banyak,salah satunya penggunaan lotion anti nyamuk. Menurut kak laili cara itu efektif gak sih ? Trus apakah ada dampak/efek samping dari penggunaannya ? Terimaksih kak laili😊
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusIzin menjawab,penggunaan lotion anti nyamuk cukup efektif dan aman tetapi selain itu sebaiknya pemakaiannya dibarengi dengan memberantas jentiknya dengan gerakan 3M-plus dan tetap menjaga kebersihan diri maupun lingkungan. Untuk penggunaan lotion dengan kandungan N-diethyl-m-tiluamine (DEET) sendiri memiliki efek samping yang dapat mengiritasi mata, menimbulkan rasa terbakar pada kulit yang terluka atau jaringan membran
Hapus